Dirgahayu yang ke-71, Indonesiaku!
Di hari kemerdekaan ini, saya ingin berbagi sedikit mengenai makna dan arti kemerdekaan buat perempuan. Buat perempuan-perempuan masa kini yang independen, kuat, dan tidak mudah menyerah pada keadaan, post ini buat kalian semua. Jadi buat kaum Adam yang suka baper dan mudah terintimidasi, sangat disarankan sih untuk ga ngebaca tulisan saya kali ini. :P
"Lo tuh sekali-kali bergantung dikit sama cowok..
Ga semua cowok suka sama cewek yang terlalu mandiri.."
"Kadang-kadang lo tuh terlalu mandiri,
sampai-sampai bikin gue ngerasa bahwa lo tuh ga butuh gue.."
Kalimat-kalimat di atas adalah salah dua dari beberapa "nasihat" yang pernah diberikan orang kepada saya. Kalimat pertama diucapkan oleh teman baik saya, kalimat kedua diucapkan oleh seorang pria yang pernah lumayan dekat dengan saya.
Well, guess what? Sini saya kasih bocorannya sedikit.
Hanya pria lemah yang merasa terancam akan kemandirian seorang perempuan.
Ya, memang tidak bisa dipungkiri, di dalam sebuah masyarakat yang masih menganut 'nilai-nilai ketimuran' (yang mana sekarang semakin ga jelas parameternya) seperti masyarakat Indonesia, nilai-nilai patriarki masih tetap dielu-elukan. Konsep di mana kodrat pria adalah melindungi dan kodrat wanita adalah dilindungi menjadi sebuah konsep yang amat memikat terutama di mata para pria dan para wanita konvensional. Padahal kodrat itu bukan soal melindungi atau dilindungi loh. Kodrat itu adalah sesuatu yang tidak bisa ditolak manusia, seperti melahirkan, datang bulan, memiliki sperma, dan lainnya. Pria dan wanita haruslah saling melindungi dengan caranya masing-masing, ini adalah masalah peran dan kesetaraan gender.
Pernah dengar tentang Cinderella Complex? Collete Dowling, seorang psikoterapis dari Amerika, menulis dalam bukunya The Cinderella Complex: Women's Hidden Fear of Independence, bahwa Cinderella Complex adalah keadaan di mana seorang perempuan, mengesampingkan segala bakat yang dia miliki, merasa tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri keluar dari situasi yang ada tanpa bantuan dari orang lain (dalam hal ini, terutama dari pria). Dengan kata lain, sebuah hasrat yang berkelangsungan untuk 'diselamatkan oleh pangeran berkuda putih'. Hal ini pastinya menjadi suatu topik yang seksi bagi para feminis romantis, namun saya mungkin tidak akan membahasnya di post kali ini. Yang ingin saya bahas sekarang adalah Cinderella Complex dari sisi pria.
Menurut saya, sekarang
Cinderella Complex ini tidak hanya diderita oleh kaum Hawa saja, namun kaum Adam pun juga mulai mengalami
complex yang sama. Pria yang memiliki
Cinderella Complex atau
Prince Charming Complex merasa bahwa dirinya lebih berwibawa dan gagah perkasa saat perempuan bergantung kepadanya. Perempuan-perempuan yang tidak bisa pergi ke mana-mana sendiri, yang tidak bisa pulang ke rumah jika tidak diantar, yang tidak bisa mengambil keputusan untuk dirinya sendiri tanpa campur tangan orang lain, perempuan-perempuan seperti inilah yang sangat dengan mudah memikat hati pria-pria konvensional dengan
Prince Charming Complex.
Dengan atau tanpa disadari, para pria ini memiliki hasrat untuk menyelamatkan 'putri yang tak berdaya' dan setelah sang putri menjadi kuat untuk berdikari alias berdiri di atas
kawat berduri kaki sendiri, daya tarik putri ini pun mulai hilang di mata mereka.
Nah.. Sekarang pertanyaannya adalah, kenapa sih kita sebagai perempuan, harus selalu menjadi 'yang lemah' dan 'yang diselamatkan'? Ga bisa dipungkiri sih, ga semua pria Indonesia itu kayak Ne-Yo yang cinta sama ceweknya karena dia Miss Independent. Masih ada beberapa dari mereka yang punya konsep bahwa cewek itu ga boleh pulang malem sendirian, cewek itu ga boleh keseringan naik ojek, cewek itu ga boleh terlalu sering melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan laki-laki... Well, fuck that stereotyping!
Because,
guess what, dalam masa-masa awal para 'pangeran' ini baru dekat dan baru mulai tertarik dengan sang putri, mungkin dependensi tersebut akan terlihat memikat dan bikin gemes. Tapi hei, para kaum Adam, percayalah, saat kamu menikah nanti,
di saat anakmu sakit dan panasnya 39 derajat Celsius, bos kamu tidak memberi izin cuti karena ada kerjaan mendesak, dan kamu bingung harus bagaimana karena istrimu pun tidak dapat diandalkan di tengah segala kemanjaan dan kegalauannya, kamu akan berharap kamu mempunyai istri yang lebih independen daripada seorang
bratty princess yang kamu jadikan istrimu itu.
Sebenarnya ini bukan berarti perempuan-perempuan independen itu tidak butuh laki-laki sih. Ya, mereka butuh, hanya saja mereka tidak punya masalah untuk melakukan hal-hal lain tanpa bantuan laki-laki. Bohong pastinya jika ada perempuan yang menolak diantar ke kantor oleh pacarnya, atau dijemput saat sedang hujan deras, atau dibantu membawa dan memindahkan barang-barang yang berat. Ini semua adalah masalah kepekaan dan
good manner dari pihak laki-laki. Namun, perempuan itu bukanlah pihak yang harus selalu bergantung kepada laki-laki dalam melakukan segala sesuatu.
Mereka tidak butuh dijemput atau diantar pulang karena mereka tahu rumah kalian jauh dan pastinya akan membuat kalian repot. Mereka menolak bantuan kalian dalam membawa barang-barang yang berat karena mereka masih bisa menanggung bebannya. Mereka tidak memberitahu kalian saat mengalami kesulitan karena mereka tidak mau membuat kalian kepikiran akan masalah-masalah kecil yang masih bisa mereka tangani sendiri.
Bagi para lelaki lemah yang merasa harga dirinya lebih penting daripada segalanya, tindakan-tindakan para perempuan seperti disebutkan di atas akan menjadi suatu ancaman bagi ego patriarki mereka. Ancaman bahwa suatu hari perempuan ini akan melampaui mereka dan lebih berprestasi daripada mereka. Tapi bagi para lelaki yang kuat, hal ini bukanlah suatu masalah.
Coba tengok Barack dan Michelle Obama. Mark Zuckerberg dan Priscilla Chan.
Do Barack and Mark have a problem having ass-kicking women in their lives? No, instead that's what makes them fall in love with these women in the first place. They're fearless, independent, and original. Bagi pria-pria seperti Barack dan Mark, mereka tahu betul bahwa perempuan yang kuat akan mendukung kehidupan mereka dengan lebih baik dibandingkan putri lemah yang selalu butuh untuk diselamatkan.
Jadi, sekarang sebagai perempuan, persoalannya bukan harus memilih untuk menjadi independen atau tidak, namun HARUS menjadi independen. Independen dalam berpikir, bertindak, berbicara, tanpa harus menyakiti dan merendahkan orang lain. Ingat, pria itu setara dengan kita. Dengan menjadi independen bukan berarti laki-laki berada di bawah kita, namun kedudukan kita menjadi setara dan saling berbagi peran.
Bagi para lelaki, kekuatan kalian bukan terletak di seberapa bergantungnya perempuan kepada kalian, karena jika kalian benar-benar butuh validasi semacam itu untuk merasa sebagai 'lelaki yang sesungguhnya', maka lebih baik kalian sunat ulang saja. Atau sunat revisi.
Selamat memaknai kemerdekaan menurut kepercayaan masing-masing.
Ambil cucian di rumah Susi, cukup sekian dan terima kasih.