"You know what's worse than people
who won't believe before they see? It's the people who won't believe even after
they have seen."
Kali ini, saya mau ngereview sebuah komunitas
transportasi Indonesia yang sudah saya ikuti sejak lama, sekitar tahun 2012
awal, yaitu komunitas Nebengers. Saya mau membahas ini secara sederhana saja,
dari sudut pandang seorang cewek 23 tahun, yang juga sudah tinggal di Jakarta
selama 23 tahun. Cewek yang ga tahu apa-apa tentang tingkat pemanasan global
dunia, tingkat kenaikan populasi Jakarta, atau angka harian kemacetan Jakarta.
Saya ga akan membuat review ini menjadi terlalu ekspositif dengan segala macam
keterangan dan deskripsi tentang sejarah Nebengers yang kalian semua bisa cari
sendiri di internet. Saya ga akan membahas banyak statistik di sini.
Saya mulai join di komunitas ini sejak awal tahun
2012. Well, sebenarnya ga ada cara yang terlalu pasti untuk bisa 'join' ke
komunitas ini, atau patokan tertentu yang menyatakan bahwa seseorang udah
'join' di komunitas ini atau belum, karena pada dasarnya siapapun bisa 'join'.
Dengan dasar komunikasi via Twitter, user hanya perlu mention @nebengers, lalu
post tweet dengan format yang sudah ditetapkan. Mau #CariTebengan,
#BeriTebengan, atau bahkan #ShareTaxi, semua bisa dibagi dan dilakukan dengan
cara mention lewat Twitter. Dengan instan pun, orang yang saling ga mengenal
bisa saling membantu.
Waktu itu saya secara tidak sengaja mengenal Nebengers
dari tweet seorang teman mengenai sebuah komunitas baru yang keren, menawarkan
solusi ringkas dalam hal transportasi dan menangani kemacetan (PS: di akhir
review, saya mau menjelaskan analisis-analisisan alias analisis sok-sokan saya
sendiri mengenai mengapa menurut saya komunitas ini sangat efektif untuk
diberlakukan HANYA di Twitter). Saya yang tergugah dengan tweet teman saya pun
langsung kepo dan mengulik akun Twitter @nebengers yang waktu itu followersnya
belum sebanyak sekarang. Sewaktu pertama kali mengulik dengan dalam mengenai
komunitas ini, pikiran pertama yang ada di benak saya adalah: 'Wow, this
community will get big!'
Ya, serius dan jujur, itu adalah pikiran pertama saya
saat mengetahui mengenai komunitas ini. Sebagai penduduk Jakarta aseli
seaseli-aselinya aka dari brojol udah tinggal di Jakarta, dan ga pernah tinggal
lama di kota lain, saya merasa saya punya suatu karakter yang saya rasa juga
dimiliki sebagian besar orang Jakarta lainnya, yaitu: OGAH RUGI. Jujur deh,
kalau ada yang mau ngasih kamu tebengan Jakarta Barat - Depok dan hanya share
uang tol sebesar IDR 18000, terus kamu ga perlu nunggu bis terlalu lama sambil
panas-panasan di pinggir jalan, kamu juga ga perlu desek-desekan di dalam
angkutan umum yang mana kadang juga ga aman, kamu masih bisa bilang ga mau ga?
Dan sejujur-jujurnya pula, ga terbersit sama sekali di pikiran saya untuk
mempertanyakan keamanan nebeng via @nebengers ini, karena saat kulik, saya
membaca beberapa tips aman menebeng dari mereka yang sangat bermanfaat dan
menurut saya cukup masuk akal.
Tips aman menebeng mereka adalah sebagai berikut (as
quoted from www.nebengers.com):
Saya yakin
semua pengguna media sosial khususnya Twitter pasti udah ga asing banget lagi
kok sama tip nomor 6. Yak, kepo aka stalking itu paling penting untuk menjadi
penebeng atau pemberi tebengan yang pintar dan aman dari kriminalitas. Kalau
ternyata yang mau ngasih kamu tebengan atau mau nebeng kamu itu terlihat
mencurigakan, freak, psikopat, atau aneh di akun media sosial mereka, ya tolak
aja. Saya sendiri paling ekstremnya pernah memblock salah satu akun yang hendak
memberi saya tebengan. Pasalnya, dia membalas tweet #CariTebengan saya tidak
dengan mention @nebengers. Ketahuan dong dia hanya asal-asalan mau memberi
tebengan, dan tidak seserius itu mengulik tentang Nebengers. That is why, in my
humble opinion, a good observer (in this case, the intensity of Twitter usage
will determine whether you are a good observer or not) will make a good
hitchhiker/hitchhikee (Pffht, hitchhikee, if that word even does exist).
Sebagai seorang mahasiswa yang kuliahnya antar
provinsi dan pernah menunggu bis Kalideres - Depok selama enam jam tanpa ada
yang lewat satu pun (no lies, folks), saya jujur merasa bahagia cenderung
terharu mendengar adanya komunitas semacam ini. I thought, if only I found out
about this community a little bit earlier, or if only this community was found
a little bit earlier than 2011, then my life would be so easy and happy!
Kalau kamu pikir 'ogah rugi' belum cukup atau
bahkan terlalu cetek untuk menjadi suatu alasan untuk merasa bahagia atas
ditemukannya komunitas ini, oke sekarang saya kasih kamu alasan yang lebih deep
dari sekadar 'ogah rugi'. Ga usah deh jauh-jauh sampai membahas pemanasan
global, sekarang kamu suka kesel ga sih kalo liat mobil gede di jalan-jalan
Jakarta tapi isinya cuma satu-dua orang? Saya sih nggak kesel.. cuma kalo liat
keadaan di luar mobil itu, di mana banyak orang desek-desekan di dalam angkutan
umum, atau bahkan mungkin dari nunggu angkutan umumnya lewat aja udah mesti
desek-desekan, dan saat dateng mesti rebutan masuk, saya juga tetep ga kesel..
TAPI, jadi mikir aja, kok sayang ya, itu mobil di sebelahnya banyak yang
kosong, kenapa yang di dalem angkutan umum ga naik situ aja?
Waktu itu rekor terlama saya mnunggu bis ke Depok
adalah enam jam. Saya menunggu bareng seorang ibu muda yang sedang hamil tua, dan
seorang bapak agak tua yang sebelumnya sudah sempat pingsan terjatuh di jalanan
sampai akhirnya harus saya bopong ke halte. Kalau waktu itu saya udah punya
Twitter, dan sudah ada komunitas semacam nebengers, mungkin nasib kita waktu
itu akan beda.
Terlalu naif ga sih kalau berpikir bahwa zaman
sekarang, di Jakarta pula, nebeng atau memberikan tebengan untuk orang asing
adalah hal yang oke dan aman-aman saja? Saya berani menjawab di sini, TIDAK
NAIF. Seperti saya sebutkan di atas tadi, nebeng via Nebengers bukan hanya
sembarang nebeng. Apa bedanya dari nebeng sembarangan sama orang yang lewat di
pinggir jalan? Ya beda lah, di Nebengers semua yang mau nebeng dan beri
tebengan harus punya akun media sosial, semua transaksi tebeng-menebeng
dipantau dan terbuka di media sosial, apa lagi yang harus ditakutkan? Oke, tapi
kalau misalnya akun medsosnya palsu, atau dia terlihat normal di akun medsosnya
padahal sebenernya jahat, terus gimana? (PS: semua pertanyaan yang ditebalkan
di atas adalah pertanyaan-pertanyaan asli yang pernah dilontarkan kepada saya,
dari orang-orang asli pula) Ok, this is interesting, which will brings us to
ALOT aka Analisis Sotoy ala saya sendiri tentang mengapa transaksi nebeng oleh
Nebengers ini memang udah paling pas banget dilakukan via Twitter.
Sebagai seorang pengguna aktif Twitter, saya yakin
seyakin-yakinnya, bahwa sebagian besar pengguna Twitter yang sering ngetweet
adalah pengguna yang juga suka membaca timeline Twitter, dan tidak jarang juga
mencari update berita melalui Twitter. Tahun ini, saya sendiri sudah
menggunakan Twitter selama lima tahun, dan saya lebih sering mencari berita
tentang hal-hal terkini melalui tweet-tweet orang lain dan akun portal berita
di Twitter. Maka itu bisa dipastikan bahwa pengguna Twitter aktif adalah
observer yang baik, karena mereka senang memperhatikan dan sudah terlatih
skimming timeline Twitter. Saya percaya pengguna akun media sosial, terlebih
anggota Nebengers bukanlah orang-orang lugu atau naif yang mau begitu saja
memberikan sembarang tebengan, atau sembarang nebeng orang tanpa observe
terlebih dahulu. Tidak sedikit teman-teman saya yang menilai para Nebengers
sebagai orang-orang yang terlalu naif, atau kegiatan utama komunitas ini
sebagai sesuatu yang kurang aman, hal-hal ini dapat saya pahami. Namun tidak
bijaksana pula, jika teman-teman menilai tanpa mencoba mengenal Nebengers
terlebih dahulu. Bagaimana bisa mereka menjudge, sementara mereka saja baru
mengetahui Nebengers setelah saya bercerita bahwa saya habis nebeng dari Kelapa
Gading sampai ke rumah.
Let's face the fucking facts. This community is
acknowledged by Ministry of Transportation and a lot of national medias have
covered it as a community with a noble purpose and a brilliant solution to
never-ending traffic of Jakarta. It has a verified app for all kinds of
smartphones, and more than 50K followers (and still growing) on Twitter. If
it's really an unsafe community, then why the hell does it still operating
until now?
John Mayer once said that everyone has a point,
but not everyone has to make a point, but in this case, I really do feel that I
need to make a point. The same people who judge this community as ridiculous is
probably the same people who always say the same classic 'don't judge a book by
its cover' proverb. Well, can you really practice what you preach? You might
say that it's naive to trust strangers nowadays, but I really do think it's
more naive to actually believe that active users of social media nowadays
(especially the ones that are better-educated) would easily fall into a false
trap of faux offerings via social medias.
Godspeed.