Saturday, March 11, 2017

Why Maleficent Should've Been The Right Role Model for Girls

Kita semua pasti sudah tidak asing lagi dengan settingan cerita dongeng dengan beberapa tokoh sentral yang cenderung dua dimensional: putri cantik binti baik tak berdaya dengan hidup yang bermasalah, pemuda tampan bin tajir yang pastinya bakal jatuh cinta dan menyelamatkan si putri, dan tokoh antagonis yang ambisinya adalah menguasai dunia dan/atau menghancurkan hidup si putri.

Saking akrabnya kita dengan latar ini, kita kadang sampai lupa bahwa manusia tidaklah sedua-dimensional itu. Semua orang pasti punya cerita, semua orang pasti punya latar belakang, meskipun tidak selalu bisa menjadi alasan.

Di tahun 2014, para penikmat film dan cerita Disney dimanjakan dengan film 'Maleficent' yang mencoba mengulik sisi A dan sisi B dari seorang Maleficent. Maleficent dikenal sebagai penyihir jahara aka jahat yang mengutuk Aurora supaya mati suri tertusuk jarum pintal di ulang tahunnya yang ke-16, tapi ada yang pernah tahu ga kenapa? Apa hanya sekadar karena dia sirkus aka sirik? Nah, 'sisi B' dari seorang Maleficent digambarkan dengan cakep banget di filmnya Angelina Jolie yang saya tonton sampe tiga kali di bioskop ini.

Inilah beberapa alasan mengapa menurut saya, teteh Maleficent tuh pas banget dijadikan panutan bagi para gadis-gadis muda yang lagi kehilangan arah mencari idola. Halah.

1. She is strong and powerful

Maleficent adalah seorang peri hutan yang melindungi negeri Moors dan segenap penghuninya. Hutan menyimbolkan kehidupan. Wanita adalah sosok yang kuat yang mampu melindungi kehidupan dengan seluruh jiwa dan raganya. She is a one goddamn fine woman who is loved by all the citizens of Moors AND knows how to kick ass!

2. However, she has ALL the right to be vulnerable

Sekuat apapun Maleficent, di film ini dia digambarkan mempunyai sebuah kelemahan, yaitu besi. DAN Cinta. Semua wanita kuat pasti punya soft spot di dalam hatinya. Menjadi vulnerable adalah hak setiap wanita. Menjadi kuat bukan berarti tidak boleh punya hati, bukan?

3. She takes responsibilities for her actions

Setelah mengutuk Aurora dan ternyata kemudian lambat laun jatuh sayang pada Aurora, Maleficent berusaha mencabut kutukannya kembali. She frikkin takes responsibilities for it! She is a frikkin lady boss!


Ya, menonton film ini bikin saya merasa puas sih dengan industri film Hollywood. Sepertinya semakin banyak peran putri dongeng yang mencoba "dipugar" dan "direbrand" oleh Hollywood.
Mulai dari Snow White dalam lakon Snow White and The Huntsman, Merida dalam lakon Brave, kakak beradik Elsa dan Anna dalam lakon Frozen sampai Maleficent.

Semua bervisi dan bertema sama, bahwa perempuan tidak memerlukan 'prince charming' untuk bisa survive dalam hidupnya, dan perempuan kuat haruslah saling mendukung satu sama lain.

Di post saya yang sebelumnya, saya pernah membahas mengenai pria penderita Cinderella Complex.
Mungkin pada kesempatan kali ini, post ini hendak saya dedikasikan untuk para kaum Hawa yang mengidap Cinderella Complex.

Because Cinderella ain't freakin' real. In real life, we gotta learn how to be more Maleficent, and how to be less Sleeping Beauty.

Although a long beauty sleep would not hurt once in a while. ;)

Happy belated International Women's Day 2017!
Godspeed!