Monday, April 27, 2020

Pamit

Kamu pikir kematian akan selalu seromantis itu.
Dengan kata-kata perpisahan yang indah, yang pastinya akan membuat yang ditinggalkan selalu terkesan.
Dengan adegan-adegan penuh peluk dan ciuman yang manis, namun dingin karena untuk terakhir kalinya.

Namun tidak.

Percakapan terakhir kalian bisa saja mengenai cuaca dan jus tomat, tanpa ada tanda-tanda bahwa keesokan harinya kisah kalian akan tamat.
Ingatan terakhirnya bisa saja adalah bibinya yang sedang menyapu di sebelah tempat tidurnya dan ayahnya yang sedang memasak di dapur.
Hari bisa saja berjalan seperti biasanya, tanpa alam memberikanmu peringatan apa-apa.

Sesederhana itu.

N.B.: Aku rindu setengah mati

Saturday, September 28, 2019

Sayang

Malam ini, ia bertanya kepadaku, bunyinya kira-kira demikian:

“Kamu baik banget sih. Memangnya kamu sayang banget ya sama aku?”

Aku tersenyum kecil.

Mengapa harus kukatakan lagi sementara setiap saat sudah kulakukan?

Monday, June 26, 2017

Things or Situations in K-Dramas That Probably Do Not Happen in Real Life

Sometimes, we watch a Korean drama and think, aw man that's so sweet, aw I wish a guy would do that for me, et cetera and so on.

To me, I find a lot of antics that are probably not gonna happen in real world, especially here in Jakarta, that happen in K-dramas. And they are not only the wishy-washy-mushy romance, but also some simple things other than that.

You probably might have to reconsider reading this post if you haven't watched any of the K-dramas that I would mention below, prepare yourselves for some spoilers.

1) "I Quit Today!"

In Misaeng, we saw Chief Oh submit a resignation letter to his superior, and on the same day, he packed his belongings, and waved goodbyes to all his colleagues and subordinates (of which I don't complain, because I find it as one of the best scene I ever seen in dramaland so far. So heart-breaking yet wonderful).


To me this situation is impossible to happen in real life. Why? In a company with the scale as big as International One (the company name in Misaeng), is it really possible to resign without submitting one month notice? I rarely doubt it, my friend. Whether if it's really like that over there in Korea or not, I still doubt this thing could happen in real life.

2) "For You, I'll Go Through All Kinds of Traffic."

In Plus Nine Boys, Kang Jin Gu (portrayed by Kim Young Kwang) is smitten so much by his best friend, Ma Se Young (portrayed by Kyung Soo Jin), that he was willing to take the same bus home with her, the bus that actually does not go to his home. And he's been pretending like that for a whole year. Of course, I am also not complaining with this because this is like one of the sweetest things a guy could do to his crush.


But then again, how could this really happen in real life, especially in Jakarta?? Let's say you work at Sudirman, and if it is situated like in Plus Nine Boys, you can't really go home on time at 17.30 (because of the workload and all). The fastest you can go home is 18.00, and then you take the Trans Jakarta bus with this girl to Kota. On the way, you cannot really have a romantic moment with her because the bus is so packed. You arrived at Kota bus shelter at 19.00, because all of the waiting and the traffic. You watch this girl walk home first because her home is just happened to be around the corner of that bus shelter. After she is out of your sight, you take the bus again to Sudirman, because your house is actually located in, let's say, Tebet. You probably will arrive home at 21.00 the soonest. The latest is indefinite.

It is so not possible having that happening here in Jakarta. I just cannot imagine that.

3) "I Can Eat Whatever I Want and Stay Skinny!"

In Let's Eat, we sure do see Lee Su Gyeong eat a lot. Like, a lot. That girl even eats more than me!
She even once eat four portion of ramen by herself. How is that even possible??



This series is like a food porn at its best. But then again, let's face the truth here, which girl could ever eat as much as Lee Su Gyeong and stay THAT skinny? She is so skinny, like real real skinny, she doesn't have any curves whatsoever. Does Korean entertainment industry really want to create this illusion that women can just eat anything and just don't get fat? Because that is just so unrealistic.

I'm not just talking about Let's Eat. In Personal Taste, Coffee Prince, Plus Nine Boys, all the main female leads eat so much, but they just don't get fat. They don't even exercise. Well maybe, other than Yoon Eun Hye in Coffee Prince who teaches Taekwondo, none of the other girls were ever shown having exercise or at least go to the gym.

I know some girls who are like that, they eat a lot even more than me, but still don't get fat. But they're like 1 in a hundred. Wait a minute, ok I don't know anyone who is like that. In K-dramas, almost all the main girls are like that. Maybe I'm speaking about this out of jealousy, but really, this kind of girl probably does not exist in real life.


4) "I Am Smart As Hell but I Will Surely Fall In Love with The Neighborhood Dummy!"

In all the Reply 1990s series (except for Reply 1994) all the main female leads are lazy and not that brilliant in studying. Even so, all the smart main male leads fall in love with them.
Well, those girls do have other qualities though; warm, cheerful, determined, et cetera, but still, dude? Seriously, like you think we would believe this?



There are two theories here that you may choose.
First is that these Korean fictional men really like the idea of dating women who are less smarter than them, because they will definitely feel intimidated by the presence of a more intelligent partner; or it is because these men are already highly intelligent that they do not feel the need to find a partner who is at least as (if not more) intelligent as they are, but instead have something else to offer, such as socializing skill, survival skill, and so on.

In real life, could this situation really really ever happen? Even though I do (or I want to) believe the answer to the above theories is the latter one, but I found an interesting article in Huffington Post: 'Men May Like The Idea of A Smart Woman, but They Don't Want To Date One.'

Which brings me to a presumption, hey this situation is not as impossible as I may think it was! There is a rather high percentage of chances that a man will probably fall for a more intelligent woman, but rather date someone who is less brilliant in the brain area.

But hey, who the hell am I kidding, the hopeless romantic that I am (and I know all women are) still believe that love does indeed overcome any shortcomings. The smart hottie may actually fall for the cheerful dummy. 


So, those are few of the many things in K-Dramas that I find probably will not be happening in real life. Do you have any other interesting things to add?

Godspeed!

Tuesday, May 23, 2017

Aku, Kamu, dan Kopi

Di hari itu aku akan datang dengan mengenakan pakaian terbaikku.
Aku memesan secangkir kopi hitam dengan dua sendok krim dan dua sendok gula.
Kopiku tidak sampai jadi dingin karena menunggu kedatanganmu, hangat saja.
Kau akan datang, wajahmu terlihat segar dan bersih karena jenggot dan kumismu baru saja kau cukur.
Kau akan datang, dengan wajah segar dan dengan perempuan lain di pikiranmu.


.

Saturday, March 11, 2017

Why Maleficent Should've Been The Right Role Model for Girls

Kita semua pasti sudah tidak asing lagi dengan settingan cerita dongeng dengan beberapa tokoh sentral yang cenderung dua dimensional: putri cantik binti baik tak berdaya dengan hidup yang bermasalah, pemuda tampan bin tajir yang pastinya bakal jatuh cinta dan menyelamatkan si putri, dan tokoh antagonis yang ambisinya adalah menguasai dunia dan/atau menghancurkan hidup si putri.

Saking akrabnya kita dengan latar ini, kita kadang sampai lupa bahwa manusia tidaklah sedua-dimensional itu. Semua orang pasti punya cerita, semua orang pasti punya latar belakang, meskipun tidak selalu bisa menjadi alasan.

Di tahun 2014, para penikmat film dan cerita Disney dimanjakan dengan film 'Maleficent' yang mencoba mengulik sisi A dan sisi B dari seorang Maleficent. Maleficent dikenal sebagai penyihir jahara aka jahat yang mengutuk Aurora supaya mati suri tertusuk jarum pintal di ulang tahunnya yang ke-16, tapi ada yang pernah tahu ga kenapa? Apa hanya sekadar karena dia sirkus aka sirik? Nah, 'sisi B' dari seorang Maleficent digambarkan dengan cakep banget di filmnya Angelina Jolie yang saya tonton sampe tiga kali di bioskop ini.

Inilah beberapa alasan mengapa menurut saya, teteh Maleficent tuh pas banget dijadikan panutan bagi para gadis-gadis muda yang lagi kehilangan arah mencari idola. Halah.

1. She is strong and powerful

Maleficent adalah seorang peri hutan yang melindungi negeri Moors dan segenap penghuninya. Hutan menyimbolkan kehidupan. Wanita adalah sosok yang kuat yang mampu melindungi kehidupan dengan seluruh jiwa dan raganya. She is a one goddamn fine woman who is loved by all the citizens of Moors AND knows how to kick ass!

2. However, she has ALL the right to be vulnerable

Sekuat apapun Maleficent, di film ini dia digambarkan mempunyai sebuah kelemahan, yaitu besi. DAN Cinta. Semua wanita kuat pasti punya soft spot di dalam hatinya. Menjadi vulnerable adalah hak setiap wanita. Menjadi kuat bukan berarti tidak boleh punya hati, bukan?

3. She takes responsibilities for her actions

Setelah mengutuk Aurora dan ternyata kemudian lambat laun jatuh sayang pada Aurora, Maleficent berusaha mencabut kutukannya kembali. She frikkin takes responsibilities for it! She is a frikkin lady boss!


Ya, menonton film ini bikin saya merasa puas sih dengan industri film Hollywood. Sepertinya semakin banyak peran putri dongeng yang mencoba "dipugar" dan "direbrand" oleh Hollywood.
Mulai dari Snow White dalam lakon Snow White and The Huntsman, Merida dalam lakon Brave, kakak beradik Elsa dan Anna dalam lakon Frozen sampai Maleficent.

Semua bervisi dan bertema sama, bahwa perempuan tidak memerlukan 'prince charming' untuk bisa survive dalam hidupnya, dan perempuan kuat haruslah saling mendukung satu sama lain.

Di post saya yang sebelumnya, saya pernah membahas mengenai pria penderita Cinderella Complex.
Mungkin pada kesempatan kali ini, post ini hendak saya dedikasikan untuk para kaum Hawa yang mengidap Cinderella Complex.

Because Cinderella ain't freakin' real. In real life, we gotta learn how to be more Maleficent, and how to be less Sleeping Beauty.

Although a long beauty sleep would not hurt once in a while. ;)

Happy belated International Women's Day 2017!
Godspeed!

Wednesday, August 17, 2016

Kemerdekaan Perempuan dari (Pria Penderita) Cinderella Complex

Dirgahayu yang ke-71, Indonesiaku!
Di hari kemerdekaan ini, saya ingin berbagi sedikit mengenai makna dan arti kemerdekaan buat perempuan. Buat perempuan-perempuan masa kini yang independen, kuat, dan tidak mudah menyerah pada keadaan, post ini buat kalian semua. Jadi buat kaum Adam yang suka baper dan mudah terintimidasi, sangat disarankan sih untuk ga ngebaca tulisan saya kali ini. :P

"Lo tuh sekali-kali bergantung dikit sama cowok..
Ga semua cowok suka sama cewek yang terlalu mandiri.."

"Kadang-kadang lo tuh terlalu mandiri,
sampai-sampai bikin gue ngerasa bahwa lo tuh ga butuh gue.."

Kalimat-kalimat di atas adalah salah dua dari beberapa "nasihat" yang pernah diberikan orang kepada saya. Kalimat pertama diucapkan oleh teman baik saya, kalimat kedua diucapkan oleh seorang pria yang pernah lumayan dekat dengan saya.

Well, guess what? Sini saya kasih bocorannya sedikit.


Hanya pria lemah yang merasa terancam akan kemandirian seorang perempuan.

Ya, memang tidak bisa dipungkiri, di dalam sebuah masyarakat yang masih menganut 'nilai-nilai ketimuran' (yang mana sekarang semakin ga jelas parameternya) seperti masyarakat Indonesia, nilai-nilai patriarki masih tetap dielu-elukan. Konsep di mana kodrat pria adalah melindungi dan kodrat wanita adalah dilindungi menjadi sebuah konsep yang amat memikat terutama di mata para pria dan para wanita konvensional. Padahal kodrat itu bukan soal melindungi atau dilindungi loh. Kodrat itu adalah sesuatu yang tidak bisa ditolak manusia, seperti melahirkan, datang bulan, memiliki sperma, dan lainnya. Pria dan wanita haruslah saling melindungi dengan caranya masing-masing, ini adalah masalah peran dan kesetaraan gender. 

Pernah dengar tentang Cinderella Complex? Collete Dowling, seorang psikoterapis dari Amerika, menulis dalam bukunya The Cinderella Complex: Women's Hidden Fear of Independence, bahwa Cinderella Complex adalah keadaan di mana seorang perempuan, mengesampingkan segala bakat yang dia miliki, merasa tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri keluar dari situasi yang ada tanpa bantuan dari orang lain (dalam hal ini, terutama dari pria). Dengan kata lain, sebuah hasrat yang berkelangsungan untuk 'diselamatkan oleh pangeran berkuda putih'. Hal ini pastinya menjadi suatu topik yang seksi bagi para feminis romantis, namun saya mungkin tidak akan membahasnya di post kali ini. Yang ingin saya bahas sekarang adalah Cinderella Complex dari sisi pria.

Menurut saya, sekarang Cinderella Complex ini tidak hanya diderita oleh kaum Hawa saja, namun kaum Adam pun juga mulai mengalami complex yang sama. Pria yang memiliki Cinderella Complex atau Prince Charming Complex merasa bahwa dirinya lebih berwibawa dan gagah perkasa saat perempuan bergantung kepadanya. Perempuan-perempuan yang tidak bisa pergi ke mana-mana sendiri, yang tidak bisa pulang ke rumah jika tidak diantar, yang tidak bisa mengambil keputusan untuk dirinya sendiri tanpa campur tangan orang lain, perempuan-perempuan seperti inilah yang sangat dengan mudah memikat hati pria-pria konvensional dengan Prince Charming Complex.

Dengan atau tanpa disadari, para pria ini memiliki hasrat untuk menyelamatkan 'putri yang tak berdaya' dan setelah sang putri menjadi kuat untuk berdikari alias berdiri di atas kawat berduri kaki sendiri, daya tarik putri ini pun mulai hilang di mata mereka.

Nah.. Sekarang pertanyaannya adalah, kenapa sih kita sebagai perempuan, harus selalu menjadi 'yang lemah' dan 'yang diselamatkan'? Ga bisa dipungkiri sih, ga semua pria Indonesia itu kayak Ne-Yo yang cinta sama ceweknya karena dia Miss Independent. Masih ada beberapa dari mereka yang punya konsep bahwa cewek itu ga boleh pulang malem sendirian, cewek itu ga boleh keseringan naik ojek, cewek itu ga boleh terlalu sering melakukan segalanya sendiri tanpa bantuan laki-laki... Well, fuck that stereotyping!

Because, guess what, dalam masa-masa awal para 'pangeran' ini baru dekat dan baru mulai tertarik dengan sang putri, mungkin dependensi tersebut akan terlihat memikat dan bikin gemes. Tapi hei, para kaum Adam, percayalah, saat kamu menikah nanti, di saat anakmu sakit dan panasnya 39 derajat Celsius, bos kamu tidak memberi izin cuti karena ada kerjaan mendesak, dan kamu bingung harus bagaimana karena istrimu pun tidak dapat diandalkan di tengah segala kemanjaan dan kegalauannya, kamu akan berharap kamu mempunyai istri yang lebih independen daripada seorang bratty princess yang kamu jadikan istrimu itu.

Sebenarnya ini bukan berarti perempuan-perempuan independen itu tidak butuh laki-laki sih. Ya, mereka butuh, hanya saja mereka tidak punya masalah untuk melakukan hal-hal lain tanpa bantuan laki-laki. Bohong pastinya jika ada perempuan yang menolak diantar ke kantor oleh pacarnya, atau dijemput saat sedang hujan deras, atau dibantu membawa dan memindahkan barang-barang yang berat. Ini semua adalah masalah kepekaan dan good manner dari pihak laki-laki. Namun, perempuan itu bukanlah pihak yang harus selalu bergantung kepada laki-laki dalam melakukan segala sesuatu.

Mereka tidak butuh dijemput atau diantar pulang karena mereka tahu rumah kalian jauh dan pastinya akan membuat kalian repot. Mereka menolak bantuan kalian dalam membawa barang-barang yang berat karena mereka masih bisa menanggung bebannya. Mereka tidak memberitahu kalian saat mengalami kesulitan karena mereka tidak mau membuat kalian kepikiran akan masalah-masalah kecil yang masih bisa mereka tangani sendiri.

Bagi para lelaki lemah yang merasa harga dirinya lebih penting daripada segalanya, tindakan-tindakan para perempuan seperti disebutkan di atas akan menjadi suatu ancaman bagi ego patriarki mereka. Ancaman bahwa suatu hari perempuan ini akan melampaui mereka dan lebih berprestasi daripada mereka. Tapi bagi para lelaki yang kuat, hal ini bukanlah suatu masalah.

Coba tengok Barack dan Michelle Obama. Mark Zuckerberg dan Priscilla Chan. Do Barack and Mark have a problem having ass-kicking women in their lives? No, instead that's what makes them fall in love with these women in the first place. They're fearless, independent, and original. Bagi pria-pria seperti Barack dan Mark, mereka tahu betul bahwa perempuan yang kuat akan mendukung kehidupan mereka dengan lebih baik dibandingkan putri lemah yang selalu butuh untuk diselamatkan.

Jadi, sekarang sebagai perempuan, persoalannya bukan harus memilih untuk menjadi independen atau tidak, namun HARUS menjadi independen. Independen dalam berpikir, bertindak, berbicara, tanpa harus menyakiti dan merendahkan orang lain. Ingat, pria itu setara dengan kita. Dengan menjadi independen bukan berarti laki-laki berada di bawah kita, namun kedudukan kita menjadi setara dan saling berbagi peran.

Bagi para lelaki, kekuatan kalian bukan terletak di seberapa bergantungnya perempuan kepada kalian, karena jika kalian benar-benar butuh validasi semacam itu untuk merasa sebagai 'lelaki yang sesungguhnya', maka lebih baik kalian sunat ulang saja. Atau sunat revisi.

Hasil gambar untuk raja sunatan sunat revisi

Selamat memaknai kemerdekaan menurut kepercayaan masing-masing.
Ambil cucian di rumah Susi, cukup sekian dan terima kasih.

Wednesday, July 6, 2016

Maaf

"Maaf," desahmu pelan.
"Ini hari raya, kupinta maafmu," ulangmu lagi, mendesak.

"Kau salah apa?"

Diam jawabmu.

Tak bisa kuberikan maafku hari ini. Kupinjamkan saja, maka harus kau kembalikan.

Saturday, February 27, 2016

To Love is To Understand

Dalam rangka menyambut hari Valentine (ya, gue tahu, udah telat sih), kali ini gue mau mendedikasikan sebuah post khusus untuk membahas kasih sayang. Namun bukanlah kasih sayang roman picisan seperti yang biasa kalian lihat di drama-drama masa kini, melainkan tentang kasih sayang yang hakiki, kasih agape.

Menurut surat ensiklik pertama Paus Benediktus XVI, Deus Caritas est - God Is Love, kasih agape menggambarkan kasih yang tidak lagi tidak menentu, sebab kasih ini tertuju kepada pengenalan akan diri orang yang dikasihi, melebihi perhatian atau kesenangan sendiri.
No longer is it self-seeking, a sinking in the intoxication of happiness; instead it seeks the good of the beloved: it becomes renunciation and it is ready, and even willing, for sacrifice.
Yang mana akan membawa saya ke topik utama yang lebih mengerucut di post kali ini, kasih dalam keluarga. Sedikit intermezzo, entah kenapa kasih keluarga yang menurut saya paling dapet penggambarannya adalah kasihnya Vito Corleone untuk keluarganya di film The Godfather. Film itu bener-bener TER. BA. IK. 

Ok, kelar, itu aja sih intermezzonya. Yuk, lanjut.


Jadi di penghujung tahun lalu, saya dapat satu khotbah bagus dari pastor muda di paroki saya, paroki Santo Thomas Rasul, Bojong Indah (Pastornya adalah Pastor Aldo, masih muda, 31 tahun, penuh semangat, zodiaknya Aquarius. Sungguh fakta-fakta trivial yang penting ya..).

Waktu itu bacaan diambil dari Lukas 2: 41-52, isinya mengenai Yesus pada umur dua belas tahun dalam Bait Allah.

41 Every year Jesus’ parents went to Jerusalem for the Festival of the Passover. 42 When he was twelve years old, they went up to the festival, according to the custom. 43 After the festival was over, while his parents were returning home, the boy Jesus stayed behind in Jerusalem, but they were unaware of it. 44 Thinking he was in their company, they traveled on for a day. Then they began looking for him among their relatives and friends. 45 When they did not find him, they went back to Jerusalem to look for him. 46 After three days they found him in the temple courts, sitting among the teachers, listening to them and asking them questions. 47 Everyone who heard him was amazed at his understanding and his answers. 48 When his parents saw him, they were astonished. His mother said to him, “Son, why have you treated us like this? Your father and I have been anxiously searching for you.”49 “Why were you searching for me?” he asked. “Didn’t you know I had to be in my Father’s house?”[a] 50 But they did not understand what he was saying to them.51 Then he went down to Nazareth with them and was obedient to them. But his mother treasured all these things in her heart. 52 And Jesus grew in wisdom and stature, and in favor with God and man.

Keluarga adalah tempat awal seseorang mulai belajar mengenai pemahaman. Bagaimana memahami diri sendiri, bagaimana memahami orang lain, bagaimana mengasihi orang lain, dan bagaimana memaafkan orang lain. Dalam kisah ini, kok bisa-bisanya ya Bunda Maria dan Yusuf ga sadar anaknya ketinggalan? :'D 

Anyways, intinya sih bukan di bagian Bunda Maria dan Yusuf ga ngeh anaknya ketinggalan. Saat akhirnya Bunda menemukan anaknya yang tetiba ngilang itu, deseu panik banget sampe dia bilang: "Nak, kamu kok tega banget sik? Mama dan Papa udah kuatir banget nyariin kamu ke mana-mana!"
Saat orangtuanya udah super panik gitu (ya iyalah, secara Yesus ngilangnya selama tiga hari gitu), bisa-bisanya Yesus malah ngejawab: "Ngapain juga ampe dicariin segala? Mama ga tau bahwa aku lagi ada di rumah Bapa-Ku?"

Waktu itu Bunda Maria dan Yusuf ga ngerti sama omongannya Yesus, dan meskipun masih pengen hangout di Bait Allah, Yesus tetap nurut dan ikut balik ke rumah orangtuanya.
And Jesus grew in wisdom and stature, and in favor with God and man. Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.
Dalam hal ini, Yesus memahami bahwa keluarga manusianya adalah tempat terbaik baginya saat itu untuk dapat tumbuh dan berkembang. Untuk dapat memahami manusia dan mengasihi manusia. Bunda Maria yang ga ngomong apa-apa saat disahutin sama anaknya, juga ternyata diam-diam kepikiran dan kejadian hari itu semua disimpan dalam hati olehnya. Mungkin dia tahu pada saat itu, diam adalah solusi terbaik untuk membuat Yesus mau kembali pulang ke rumah bersama-sama dengan kedua orangtua-Nya.

Meski kadang ada kedongkolan atau kekesalan terhadap sesama anggota keluarga, tapi harus selalu ada pemahaman dalam hati kita. Tiada maaf tanpa pemahaman, tiada kasih tanpa pemahaman. Tidak semua keluarga dapat dengan mudah mengucapkan kata-kata penghiburan atau kata-kata penuh cinta. Namun keluarga yang bisa saling memahami adalah keluarga yang penuh kasih, tanpa perlu terlalu banyak mengumbar kata-kata dan janji-janji, melainkan mewujudkannya dalam kepedulian dan kepahaman akan satu sama lain. To love is to understand. Dan cinta itu tidak datang lebih dahulu daripada pemahaman, ataupun sebaliknya. Keduanya berjalan seiringan. Jika ada cinta, maka kamu akan berusaha memahami. Jika kamu sudah berhasil memahami, maka pemahaman itu akan semakin memeriahkan cintamu.
"You may not always like your family, but you will always love them."
Mas John Mayer aja sampe bikin lagu kok:
"Fathers be good to your daughters, and daughters will love like you do. And girls become lovers who turn into mothers, so mothers be good to your daughters too."

Cinta itu adalah kata kerja. Jika seseorang sudah belajar melakukannya sejak dini, maka dia akan terbiasa melakukannya. Mencintai adalah budaya dan kebiasaan yang diwariskan. Meski kadang dalam beberapa kasus, kebiasaan mencintai itu tidak diwariskan melainkan dilatih sendiri.

Jadi bagaimana, sudahkah kamu belajar memahami? Atau jangan-jangan maunya dipahami terus? Ahay deuuuh~
Selamat belajar memahami! (ngomong ke diri sendiri juga)

Godspeed.

Thursday, February 18, 2016

To All The Living Stones Out There

When you leave no room in your mind and heart that your opinion MIGHT be incorrect.
When you don't know that you MIGHT not know anything.
When you act as if you're the most hurt person in the world,
while others MIGHT be suffering the same (if not worse) shit as you do.

That's when you leave so little space for your mind and heart to be opened.
And that's when you will start acting like a smartass, 
like every other people are wrong and you're the only one who's correct.
That's when your head and heart start hardening,
and you get all defensive, and too stiff and serious.

You can't see the funny in any jokes, you take any words to your heart,
you assume that any words spoken from others are directed to you.

Oh my.. If only you'd listen to Damien Rice and realize that "It's not hard to grow, when you know that you just don't know."
Godspeed.

Tuesday, February 16, 2016

Strong Mothers Are Strong

There was this one scene from Reply 1988 episode 5, where Sung Bora (the main female lead's sister) was going to be taken away by the police for protesting against the government. Her mother found her just right by the time she was going to be taken away, and she started this rant about how amazing Bora was, that she was not the person that the police were looking for.
The whole time Bora looked angry and uncomfortable, until she noticed that Mom only had socks on, with toes full of blood due to a recent tripped-accident.

In the end, Bora admitted that she is the one and that she is guilty, and went along peacefully with the police, along with her mother screaming and crying.
In the background, the adult Sung Bora voicing over the scene, and it really wrenched my heart.

"Sometimes, I felt like my mom was an embarassment. There were times when I couldn't understand why she doesn't seemed to have self-consciousness or a sense of pride, and I got angry. I didn't realize it then, but it was because there was something precious that she wanted to protect more than herself, and that is me. When true love manifests, it doesn't allow one to be concerned over one's pride, and causes one to cast it aside. That's why mothers are strong. They say God created mothers because they can't be everywhere at once. Even when one becomes a mother, one's mother is one's guardian angel, and even saying the word 'Mom' is something that has the power to tug at one's heartstrings. Mothers are always strong."

There goes the saying, "You wouldn't know what it feels like to be a mother until you become one." Thank you Reply 1988 for giving us the slight insight of what it feels like to be a mother. Mothers are prideless. Mothers are selfless. Mothers are strong.

It would not be perfect without John Mayer's quote of course.
"And girls become lovers, who turn into mothers. So mothers be good to your daughters too."

Godspeed.