New year was hereeeeeeee!! Woooohoooooooooo! Okay, that was totally fake. I am not a big fan of New Year's celebration, but I'd never say no to a New Year's feast either! Hahaha. Tahun ini pilihan makan-makan Tahun Baru jatuh di Restoran Angke di daerah Gang Ketapang. Again, I don't know where it is. Arah mau ke Harmoni situ lah pokoknya. Anyways, sebelumnya gue udah pernah makan di situ sih, tapi sudah lamaaaa sekali sepertinya. Pas kondangan. Entah kenapa seinget gue rasa makanannya biasa aja pas kondangan itu. Mungkin karena bagi-bagi sama banyak orang kali yeeee. Hahaha. Tapi kemarin malam, bener-bener beda rasanya. It was uh-muh-zing.
Pertama begitu sampe, seorang pelayan laki-laki yang sudah agak berumur dan Sun Yat Sen alike offered us the menu and wrote down our orders. Nyatetnya biasa aja. Di kertas note gitu, dengan tulisan tangan ala dokternya. Kayak emak gue kalo nyatet pesenan bubur dan nasi uduk. Oh, I already feel so comfortable here. Ruangannya juga persegi empat luas biasa, bener-bener kayak rumah. Rumah yang dipenuhi meja makan dan Chinese elders. Pelayan-pelayannya sepertinya terbagi dua. The seniors are wearing brown uniforms and the juniors are wearing orange uniform. There were Chinese paintings hung on the wall behind the cashier's table, and Chinese characters everywhere. I feel like I belong here. Hahaha.
Makanan pun datang. Pertama, nasi! Nasinya ternyata sepuasnya, tetep itungannya perkepala. Cihui! Dan what I like is, nasinya ditaruh di tempat nasi zaman dulu yang bolong-bolong, dan gue ngerasa kayak itu nasi yang diambil dari rice cooker rumah gue sendiri. Teh Cina pun datang dengan teko bunga-bunga zaman dulu yang ternyata made in 1976. Di Cina, itu adalah tahun terakhir Revolusi Kebudayaan, saudara-saudara. Ga ada hubungannya sih. Makanannya porsinya besar-besar! Jadi kebayang mungkin yang di dapur itu adalah ibu-ibu Cina yang penyayang yang tahu bahwa kami orang Indonesia pencinta nasi, dan paling ga bisa makan porsi kecil! Heyah laper beneran ini, sadar Han ini uda jam dua dini hari.
Oya, and instead calling the customers 'Pak' and 'Bu', they call them with 'Koh' and 'Nci'. No matter how Chinese my mother and brother are, but nobody ever called em Nci Ngko at restaurants. Hahaha. This Sun Yat Sen faced waiters restaurant is the exception.
Pertama begitu sampe, seorang pelayan laki-laki yang sudah agak berumur dan Sun Yat Sen alike offered us the menu and wrote down our orders. Nyatetnya biasa aja. Di kertas note gitu, dengan tulisan tangan ala dokternya. Kayak emak gue kalo nyatet pesenan bubur dan nasi uduk. Oh, I already feel so comfortable here. Ruangannya juga persegi empat luas biasa, bener-bener kayak rumah. Rumah yang dipenuhi meja makan dan Chinese elders. Pelayan-pelayannya sepertinya terbagi dua. The seniors are wearing brown uniforms and the juniors are wearing orange uniform. There were Chinese paintings hung on the wall behind the cashier's table, and Chinese characters everywhere. I feel like I belong here. Hahaha.
Makanan pun datang. Pertama, nasi! Nasinya ternyata sepuasnya, tetep itungannya perkepala. Cihui! Dan what I like is, nasinya ditaruh di tempat nasi zaman dulu yang bolong-bolong, dan gue ngerasa kayak itu nasi yang diambil dari rice cooker rumah gue sendiri. Teh Cina pun datang dengan teko bunga-bunga zaman dulu yang ternyata made in 1976. Di Cina, itu adalah tahun terakhir Revolusi Kebudayaan, saudara-saudara. Ga ada hubungannya sih. Makanannya porsinya besar-besar! Jadi kebayang mungkin yang di dapur itu adalah ibu-ibu Cina yang penyayang yang tahu bahwa kami orang Indonesia pencinta nasi, dan paling ga bisa makan porsi kecil! Heyah laper beneran ini, sadar Han ini uda jam dua dini hari.
Oya, and instead calling the customers 'Pak' and 'Bu', they call them with 'Koh' and 'Nci'. No matter how Chinese my mother and brother are, but nobody ever called em Nci Ngko at restaurants. Hahaha. This Sun Yat Sen faced waiters restaurant is the exception.
This teapot was made back in the 70s! Hence the flower prints! Woohoo!
Gurame Asam Manis. Enak parah, tapi agak terlalu manis dan kental sih bagi gue. Tapi garingnya dapet.
Toge tumis babat. Kata ibu saya sih ini menu khasnya restoran ini. Rasanya pas asin manisnya. Babatnya garing ga alot. Perpaduan yang harmonis antara babat dan toge. Aduh jadi laper.
Lindung cah fumak. Ini iming-iming emak gue supaya gue mau ikut ke sini. Tapi belutnya terlalu tebel, jadi kurang garing dan bumbunya jadi kurang nyerep jadi agak pahit dikit. Lindung cah fumak yang paling oke udah Red Bean deh pokoknya.
Ayam Garam. Cuma ayam rebus doang digaremin, tapi enaknya banget. Cuma sambelnya agak sedikit kurang nendang. Harusnya sambel jahe tuh ngko.
Sekian reportase kuliner dari saya pada dini hari ini. Godspeed.
1 comment:
Klo bgtu cobain restaurant CAHAYA BARU. Lokasinya d jln TIANG BENDERA II no.84, dkt jln KOPI.
ortu loe pasti tau lah......
Post a Comment